Kelompok teroris ISIS mungkin tengah mempertimbangkan penggunaan virus
ebola sebagai senjata biologi bunuh diri untuk melawan Barat, kata
seorang pakar militer.
Virus tersebut ditularkan melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi.
Seorang pakar militer mengatakan, tidak akan sulit bagi kaum fanatik itu
untuk terpapar virus tersebut dan kemudian melakukan perjalanan ke
negara-negara di mana mereka ingin menularkan malapetaka itu. Kapten
Purnawirawan Al Shimkus, seorang Guru Besar Bidang Keamanan Nasional di US Naval War College, mengatakan, strategi itu sangat masuk akal. Dia mengatakan kepada majalah Forbes, "Individu
yang terkena virus ebola akan menjadi pembawa (penular). Dalam konteks
kegiatan teroris, tidak butuh banyak kecanggihan untuk maju ke langkah
berikutnya dengan menjadikan manusia sebagai pembawa."
Profesor Anthony Glees, direktur Pusat Studi Intelijen dan Keamanan
Universitas Buckingham, setuju bahwa strategi itu mungkin
dipertimbangkan. Dia mengtakan, "Dalam sejumlah hal, itu merupakan
teori yang masuk akal. Kaum Militan ISIS percaya pada aksi bunuh diri
dan itu merupakan sebuah tugas yang potensial bagi misi bunuh diri.
Mereka sangat kejam dan mendapat informasi baik untuk mempertimbangkan
hal itu, dan mereka tahu bahwa kita lalai di Inggris."
Virus ebola sedang merajalela di Afrika Barat. Sedikitnya 3.800 orang telah tewas hanya dalam hitungan bulan. Sejumlah kasus perdana kini muncul di Eropa di AS.
Kemungkinan bahwa ISIS bisa membuat situasi menjadi jauh lebih buruk
merupakan salah satu hal yang harus ditangani dengan sangat serius, kata
seorang pakar lain. Forbes melaporkan, dalam jurnal Global Policy yang
terbit pada Mei 2013, Amanda Teckman, penulis naskah Ancaman Bioteroris
Ebola di Afrika Timur dan Implikasinya terhadap Kesehatan dan Keamanan
Global menyimpulkan, "Ancaman serangan bioteroris ebola di Afrika Timur
merupakan masalah kesehatan dan keamanan global, dan tidak boleh
diabaikan."
Isu ini sebenarnya tidak baru. Kekhawatiran di Amerika bahwa ebola dapat
digunakan sebagai senjata bilogi telah menjadi katalisaor munculnya
Project Bioshield senilai 5,6 miliar dollar, kata sebuah sumber yang
akrab dengan masalah, yang tidak mau namanya diberitakan. Proyek itu
ditandatangani Presiden George W. Bush tahun 2004.
Namun, Jennifer Cole, peneliti senior di Royal United Services
Institute, mengatakan bahwa sekarang bukan waktu terbaik untuk
mengerjakan strategi itu, walau ia mengakui bahwa tidak mungkin ISIS
menggunakan ebola sebagai senjata. Dia mengatakan kepada MailOnline,
"Semua orang memperhatikan gejala-gejala ebola saat ini sehingga mereka
akan sangat tidak mungkin untuk melakukan hal itu. Masalah lain dengan
ebola adalah bahwa hal itu sangat sulit dikendalikan. Kaum militan bisa
berakhir dengan melenyapkan diri mereka sendiri sebelum mereka punya
kesempatan untuk menyebarkannya. Untuk serangan bunuh diri, memasang
batang dinamit di dada Anda jauh lebih efektif."
Ahli keamanan Timur Tengah, Andreas Krieg, dari King’s College London's
Department of Defence Studies menyuarakan skeptisisme yang sama. Dia
mengatakan, "Memang mungkin bagi ISIS untuk menggunakan virus ebola
karena hal itu merupakan sumber yang murah dan dapat diakses di Afrika
Barat. Namun, mengingat WHO dan usaha masyarakat internasional untuk
mencegah penyebaran virus itu, akan semakin sulit "mengekspor" virus itu
melalui transportasi udara ke bagian lain dunia. Hal itu akan
membutuhkan banyak usaha dan kesempatan keberhasilannya rendah."
Dia menambahkan, "Saat ini ISIS tidak berfokus ke Barat. Saat ini
ISIS berfokus utuk memperluas wilayah dan pengaruhnya di Suriah dan
Irak. Kelompok itu masih terjebak di sana. Dalam konteks ini, saya tidak
melihat ada tempat yang bakal jadi sasaran ebola, sebagai sebuah
senjata biologi, yang akan digunakan untuk melawan salah satu musuh
mereka. Akan terlalu berisiko karena mereka mungkin akan menginfeksi
anggotanya sendiri dan orang-orang yang tinggal di wilayah mereka."
Profesor Glees menambahkan, "Secara logistik akan sangat sulit untuk
membawa seorang militan ISIS ke Afrika Barat, yang datang untuk
berkontak dengan Ebola, menunggu hingga mengetahui mereka terinfeksi,
kemudian melakukan perjalanan ke London."
Rinaldi S
Web Developer
Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.