Batu Permata atau Batu Mulia yang dalam bahas Inggris disebut Gemstone dan di Indonesia lebih awam disebut sebagai Batu Akik, kadang selalu tersemat di jari para pejabat negara, pengusaha besar, artis dunia, aristocrat seperti pangeran, puteri, raja dan ratu bahkan presiden sedunia.
Keberadaan mineral-mineral langka yang hanya sebesar kuku dikalangan petinggi dengan harga selangit itu kadang dapat membuat para pencinta batu mulia dan publik ikut serta mencari dan memburunya.
Batu Mulia dan Batu Akik merupakan salah satu unsur perhiasan yang terkadang menjadi domain dalam setiap jenis dan pernik dari perhiasan yang berupa gelang, cincin, giwang, dan kalung.
Sudah menjadi sesuatu yang biasa bila rakyat biasa, baik petani, pelajar, sampai pejabat di Indonesia ini memakai perhiasan yang mengikutkan unsur Batu Mulia dan Batu Akik.
Batu Mineral Dijari Para Pemimpin
Para Presiden Republik Indonesia dan para pejabat pemerintah lainnya juga gemar menggunakan Batu Mulia dan Batu Akik dalam agenda kegiatan kesehariannya.
Ada sesuatu yang cukup unik bila kita memiliki waktu luang untuk memikirkan dan membayangkannya.
Seorang Presiden yang pasti diliputi kesibukan yang sangat luar biasa, masih menyempatkan diri untuk menggunakan Batu Mulia dan Batu Akik yang melingkar dijari kiri atau sebelah kanan sebagai pelengkap penampilan sehari-hari.
Yang menjadi pertanyaan adalah hanya sekedar pelengkap penampilan, atau ada “sesuatu” dibalik batu cincin yang dikenakan oleh Para Presiden kita?
Coba kita tengok penampilan dari Presiden RI pertama, yaitu Soekarno. Menurut infonya beliau memiliki beberapa koleksi Batu Mulia dan Batu Akik, dan mungkin sekarang masih tersimpan rapi di Blitar. Kemudian Presiden RI kedua yaitu Soeharto.
Presiden yang berkuasa 32 th ini rupanya juga mengenakan cincin yang melingkar di jari manisnya, Habibie, sebagai seorang scientist yang juga cendikiawan serta pakar teknologi juga tak luput dari kelengkapan penampilan dengan cincin Batu Mulia yang melingkar apik di jari manis sebelah kanan.
Kita tengok juga penampilan Mantan Presiden Gusdur, Megawati, dan SBY. Semua pemimpin Negara Indonesia ternyata menggunakan Batu Mulia dan Batu Akik dalam penampilan sehari-hari.
Belum lagi para Wakil Presiden seperti Adam Malik, Umar W, Hamzah Haz, serta para calon presiden, seperti Agum Gumelar, dan Wiranto.
Kembali kita bertanya, ada apa dengan Batu Mulia dan Batu Akik yang ternyata tidak hanya memiliki tempat di hati rakyat, tapi juga para pemimpinnya.
Jika diperhatikan fakta dari sejumlah foto, dijari Gus Dur kini ada satu cincin berwarna hijau (mungkin Zamrud) sewarna dengan Organisasi yang mengusung beliau menjadi Presiden yaitu PKB.
Sedangkan Ibu Megawati cenderung menggunakan batu cincin yang berwarna hitam (bisa jadi safir hitam). Dan Presiden SBY memiliki beberapa batu cincin diantaranya seperti Tapak Jalak, Bacan, Sungai Dare dan juga Cat’s Eye.
Namun pemakaian batu-batu mulia oleh para pemimpin tak hanya terpaut pada pengaruh kewibawaan atau kharisma saja, tapi juga bisa sebagai bentuk strata atau tingkat sosial dari individu itu dan juga dapat digunakan sebagai perhiasan.
Mineral Berharga Yang Mahal
Sudah menjadi berita umum, bahwa yang namanya Batu Mulia atau Batu Akik tidak hanya dipergunakan sebagai perhiasan, tapi juga memiliki suatu aura tertentu yang dapat mempengaruhi si pemakai saat berhadapan dengan khalayak ramai. Maka dengan analisis singkat tersebut, cukup beralasan para pemimpin Indonesia juga senang dan berkenan memakai Batu Mulia dan Batu Akik menjadi bagian dari penampilan sehari-hari.
Selain dari khasiat dan mitos yang menyertainya, pastilah para pemimpin tentu saja memiliki strata ekonomi yang berada di level-1, tak heran bila cincin yang dikenakan oleh para pemimpin kita pasti bukan sembarang cincin dan yang jelas harganya sangat mahal.
Bayangkan, sebuah batu permata jenis kelas satu seperti Mirah Delima (ruby) atau Safir (blue saphhire) yang kualitasnya bagus, harganya tidak akan kurang dari US$200 per karat.
Ukuran mata cincin yang dipakai pada umumnya tidak kurang dari 10 karat. Jadi minimal aksesoris tersebut berharga $2000 atau ekuivalen Rp.14.000.000.
Bayangkan, sebuah batu permata jenis kelas satu seperti Mirah Delima (ruby) atau Safir (blue saphhire) yang kualitasnya bagus, harganya tidak akan kurang dari US$200 per karat.
Ukuran mata cincin yang dipakai pada umumnya tidak kurang dari 10 karat. Jadi minimal aksesoris tersebut berharga $2000 atau ekuivalen Rp.14.000.000. Harga itu belum termasuk tatahan berlian, dan logam yang digunakan untuk pengikatnya (biasanya emas putih, atau emas).
Ditambah lagi fakta bahwa, harga suatu batu permata tidak hanya bergantung dari kualitas standard (warna, cacat dan kebeningan atau clarity), tapi juga tergantung pada hal-hal yag sifatnya sangat-sangat subyektif, misalnya: “star” atau sering disebut oleh orang Indonesia sebagai “ster” yaitu pola bergaris pada pemantulan cahaya natural atau alami.
Juga pola “strand” atau garis “urat” atau guratan pada batuan yang terkadang secara alamiah membentuk “gambar” tertentu, kepercayaan pemakai terhadap “khasiat” batu permata tersebut dan seterusnya.
Dipengaruhi Mitos dan Klenik
Negara Indonesia ini cukup unik, dan hal ini tidak lepas dari perjalanan sejarah Indonesia sejak jaman Prasejarah – Jaman Kerajaan – sampai dengan Jaman Reformasi seperti sekarang ini. Sejak jaman dulu yang namanya Indonesia memiliki cerita-cerita panjang tentang hal-hal yang bersifat supranatural, tengoklah Keris Mpu Sendok, Tombak Kiai Plered, dan sebagainya. Rupanya hal-hal supranatural itu tidak bisa lepas dari aktivitas beberapa elemen aktivitas walaupun tidak sepenuhnya hal itu diyakini.
Bisa jadi ini mungkin sisa-sisa kultur dinamisme yang masih eksis dimasyarakat kita. Hebatnya, justru karena unsur-unsur subyektif ini, harga batu permata bisa berlipat-lipat dari harga yang ditaksir secara “standard”. Tidak heran bila ada seseorang yang “gila” terhadap batu permata tertentu, berani membayar milyaran rupiah terhadap batu permata yang disukainya. Walaupun secara “standard harga”, batu permata tersebut mungkin harganya”cuma” puluhan juta misalnya.
Masih ingat anak bernama Ponari yang memiliki “batu bertuah” dan dianggap berkhasiat dapat menyembuhkan penyakit? Seketika ribuan warga kesana dan berharap penyakitnya dapat sembuh oleh kekuatan magis oleh batu yang dianggap bisa menyembuhkan penyakit itu.
Begitu banyaknya warga yang mengunjungi rumah anak itu setiap harinya, hingga membuatnya malas untuk melakukan ritual “celup batu” yang hanya sepersekian detik ke setiap wadah yang dibawa oleh ribuan simpatisannya setiap hari. Maka ketika anak itu malas melayani, terpaksa ia digendong hanya untuk mencelupkan batu itu.
ahkan jika anak itu “tutup praktek” untuk sementara, warga kecewa dan tetap menunggu anak itu mandi hanya untuk mengambil air di got kotor yang mengalir dari kamar mandinya dan berharap air itu dapat menyembuhkan penyakit yang di dideritanya.
Jelas cara musyrik seperti ini pastinya akan mengundang jin atau syaitan yang justru akan menghuni di batu yang dianggap ajaib dan berkhasiat itu, lalu akan melakukan tipu dayanya dengan berbagai cara agar menyesatkan manusia dan lupa akan keagungan Tuhan.
Jadi wajar saja mendadak berita aneh bagi sebagian masyarakat dunia itupun merebak seantero jagad. Situs-situs di internet, surat kabar hingga televisi dibanyak negara juga ikut memberitakan fenomena kepercayaan dinamisme dan anemisme ini yang ditonton oleh milyaran orang di dunia dan menganggap orang Indonesia masih tolol.
Lain lagi pada saat Presiden Soeharto dulu berkuasa, sudah menjadi rahasia umum, bahwa Soeharto adalah seorang yang percaya terhadap kekekuatan-kekuatan Supranatural. Ini direpresentasikan lewat adanya beberapa penasehat “spiritual” yang kebanyakan adalah “dukun-dukun” kejawen.