Jenderal Indonesia Ini Pernah Melihat Setan dan Menjerit Ketakutan


Pranoto kecil terkejut ketika melihat pemandangan dipojok kamarnya. Dalam cahaya keremangan lampu listrik, dia melihat sepasang kaki yang bergoyang-goyang di atas lemari. Pranoto melihat ke atas. Dia melihat pemandangan mengerikan!

Sosok berkulit hitam sedang melihat dirinya di atas lemari sambil tersenyum. Seketika bocah empat tahun itu pun menjerit sekeras-kerasnya. Dia ketakutan setengah mati. Mulutnya sudah tak mampu berkata-kata. Dia cuma menunjuk setan hitam di atas lemari. Namun rupanya sosok itu sudah menghilang.

“Kakak iparku tergolong orang yang pandai dalam olah batin dan rupanya dia masih dapat melihat sosok tubuh hitam yang duduk di lemari itu,” kenang Pranoto.



Ilustrasi

Pranoto melihat kakak iparnya itu mengambil sebatang lidi lalu melecutkannya berkali-kali sambil komat-kamit. Dia terus melakukannya sampai keluar kamar.

Bocah kecil itu menduga setan tersebut sudah berhasil diusir keluar. Namun dia tetap tak bisa tidur semalaman walau ditemani sang kakak.

Keesokan paginya, Pranoto masih melihat ritual pengusiran setan di halaman.

Sebatang lidi yang kemarin dipakai mencambuk sosok hitam itu kini ditancapkan di halaman dengan seutas benang putih di ujungnya.

“Aku tak berani bertanya-tanya lagi, karena rasa takut kalau-kalau si setan orang hitam itu kembali mengulang gangguannya kepadaku,” kenang Pranoto.

Mayor Jenderal Pranoto, rupanya masih mengingat kenangan menyeramkan di masa kecilnya tersebut. Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodra (1920an – 2006) adalah seorang tokoh militer Indonesia yang pernah menjadi Pangdam Diponegoro menggantikan Kolonel Soeharto. Pada Masa Men/Pangad Letnan Jenderal Ahmad Yani, ia menjadi Asisten III bidang Personalia.

Karena Letnan Jenderal Ahmad Yani terbunuh pada peristiwa G30S maka dia ditunjuk oleh Presiden Soekarno untuk menjadi pejabat sementara Men/Pangad menggantikan Ahmad Yani dengan nama jabatan sebagai Petugas Urusan Harian Angkatan Darat.

Dia menuliskan peristiwa pernah melihat sosok ini dalam catatannya saat ditahan pemerintah Orde Baru di Rumah Tahanan (Rutan) Militer Boedi Oetomo dan Nirbaya.


Catatan ini kemudian disunting Imelda Bachtiar, dan diterbitkan oleh Kompas pada tahun 2014 judulnya adalah “Catatan Jenderal Prantoto Reksosamodra dari RTM Boedi Oetomo sampai Nirbaya”. Isinya tak cuma soal polemik G30S, banyak sisi humanis yang dikisahkan Pranoto.

Pranoto Reksosamodra lahir di Desa Bagelen, Purworejo 16 April 1923. Dia awalnya seorang guru, namun kemudian terpanggil mengikuti pendidikan militer PETA di zaman Jepang. Saat Indonesia merdeka, Pranoto bergabung dengan BKR lalu akhinya menjadi TNI.

Dia pernah menjadi Komandan Resimen kemudian Panglima di Jawa Tengah. Jabatan terakhirnya sebagai Asisten Personalia Men/Pangad.

Ketika peristiwa G30S meletus, Pranoto ikut ditangkap Soeharto. Dia ditahan tanpa diadili selama 15 tahun. Sejumlah pihak menduga Soeharto menaruh dendam karena merasa Pranoto yang membongkar penyelewengan ekonomi yang dilakukan Soeharto saat menjadi Panglima Diponegoro.

Namun dugaan tak pernah terjawab. Tak pernah ada pengadilan atau kesempatan Pranoto untuk membela diri. Hingga jenderal bintang dua ini meninggal dunia pada tahun 1992.

“Saat lepas dari tahanan pun, cap tapol (tahanan politik) masih melekat padanya. Bapak masih wajib lapor, dan ada tulisan ET (eks tapol) di KTP,” kenang Handrio Pribadi, putra Pranoto.

Lewat catatan Pranoto, keluarga berharap sejarah sedikit diluruskan. Minimal orang mengetahui sosok Pranoto bukanlah penjahat seperti yang selalu ditulis Orde Baru di buku-buku sejarah pencuci otak pada masa lalu.

Rinaldi S Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar